BANGUNAN
TRADISIONAL MELAYU DAN NILAI BUDAYA MELAYU
DIRANGKUM
OLEH ZULKIFLI LUBIS, S.Pd.,M.Pd.
GURU
BAHASA INDONESIA SMAN I PEKANBARU
1.
PENDAHULUAN
Bangunan tradisional yg disebut juga “
seni bina” Melayu terutama utk rumah kediaman, pada hakekatnya amat diutamakan
dalam kehidupan orang Melayu. Rumah bukan saja sbg tempat tinggal, tetapi juga
menjadi lambang kesempurnaan hidup. Beberapa ungkapan tradisional Melayu
menyebutkan rumah sebagai “ caha hidup” di bumi, tempat beradat berketurunan,
tempat berlabuh kaum kerabat, tempat singgah dagang lalu, hutang orang kepada
anaknya”. Itulah sebabnya rumah dikatakan “mustahak”, dibangun dgn berbagai
pertimbangan yg cermat, dgn memperhatikan lambing-lambang yg merupakan refleksi
nilai budaya masyarakatnya pendukungnya.
Makna lambing-lambang yang terkandung
dalam seni bangun di Riau. Sumber seni bangunan tradisional di Riau dapat
dijumpai dalam berbagai bentuk puisi tradisional serta ungkapan –ungkapan yg
khas. Oleh karena itu, untuk mengetahui dgn tepat makna lambing-lambang yg
terdapat dalam seni tersebut diperlukan pengetahuan yg mendalam mengenai sastra
lisan, tulisan, dan ungkapan lama.
2.
ARTI, FUNGSI DAN BENTUK BANGUNAN
Bangunan tradisional Melayu adalah
suatu bangunan yg utuh, yg dapat dijadikan sbg tempat kediaman keluarga, tempat
bermusyawarah, tempat berketurunan, dan tempat berlindung siapa saja yg
memerlukan. Tergambar dalam ungkapan Riau yg berbunyi, “ Yg bertiang dan
bertangga. Beratap penampung hujan penyanggah panas. Berlindung penghambat
angin dan tempias. Berselasar dan berpelantar. Beruang besar berbilik dalam.
Berpenanggah dan bertepian”. ‘ Tempat berhimpun sanak saudara. Tempat berunding
cerdik pandai. Tempat bercakap alim ulama. Tempat beradat berketurunan. Yg
berpintu berundak-undak. Bertingkap panjang berterawang. Berparan berajung
tinggi.
Menurut tradisi, orang Melayu Riau
percaya pada empat cahaya di bumi yg terdiri dari rumah tangga, ladang
bertumpuk, beras padi, dan anak-anak muda. Rumah tangga, cahaya pertama
hendaknya dipagari adat, seperti dinyatakan dalam ungkapan, “ Empat hutang
orang tua kpd anaknya. Pertama madi ke air. Kedua jejak tanah. Ketiga sunat
Rasul bagi anak laki-laki. Tindik dabung bagi anak perempuan. Keempat
mendirikan rumah tangganya. Rumah ada adatnya. Tepian ada bahasanya”.
Jika perabung atap bangunan itu
sejajar dgn jalan raja, orang Melayu menyebutnya rumah perabung panjang.
Sebaliknya, tidak sejajar disebut” Rumah Perabung Melintang. Jika perabung bangunan
itu melentik ke atas pada kedua ujungnya, disebut “ Rumah Lontik”/ Rumah
Pencalang/ Rumah Lancang, karena bentuk hiasan pada kaki dinding di depan dan
di belakang seperti perahu. Ini dinyatakan dalam ungkapan “ Lontik rumah pada
perabung. Lontik sepadan ujung pangkal. Tempat hinggap sulo bayung. Tempat
bertanggam tanduk buang.”. Jika atap Rumah Lontik ini bertingkat, disebut Rumah
Gorai atau Gerai. Rumah atap limas yg diberi tambahan di bagian muka dan
belakang dgn atap lain yg berbentuk limas disebut Limas Penuh. Tetapi jika
tambahan itu berbentuk Belah Bubung, maka rumah itu disebut Limas berabung
MELAYU.
Bangunan di atas umumnya berbentuk
persegi panjang dan jarang sekali berbentuk bujur sangkar. Lagi pula bangunan
itu dinyatakan sbg “ tinggi lucup kepala, rendahnya seanjing duduk” , yg
menggambar rumah panggung.
2.
LAMBANG LAMBANG DALAM BANGUNAN MELAYU RIAU
Kunci utama dalam mewujudkan bangunan dan
lambing-lambangnya adalah musyawarah. Oleh karena itu , langkah pertama sebelum
mendirikan bangunan adalah melakukan musyawarah, baik antarkeluarga, maupun dgn
melibatkan anggota masyarakat lain. Musyawarah membicarakan ttg jenis bangunan
yg akan didirikan, kegunaannya, bahan yg diperlukan, lokasi bangunan, tukang yg
akan mengerjakan, dan waktu pekerjaaan dimulai. Pengerjaannya ditekankan pada
asas kegotongroyong yg disebut batobo, besolang, bepiari, atau betayan.
4.
UPACARA
Upacara yang umum dilakukan dalam pekerjaan ini adalah
beramu, mematikan tanah, menaiki rumah. Upacara beramu disebut juga Mendarahi
kayu, meramu atau membahan. Tujuannya agar orang yg terlibat dalam pembuatan
bangunan tidak mendapat gangguan dari penunggu hutan. Upacara mematikan tanah,
bertujuan utk mebersihkan tanah tempat bangunan akan didirikan dari segala
makhluk halus yg mendiaminya. Upacara mematikan tanah, ditujukan sbg ucapan
terima kasihdari pemilik rumah itu kpd orang yg telah ikut membantu.
Kadan-lkadang upacara ini diikuti kenduri atau makan bersama didahului doa
selamat.
4. LETAK BANGUNAN
Tempat-tempat
yg baik utk mendirikan banguanan menurut tradisi Melayu Riau:
1.
Tanah
liat
2. Tanah yg datar
3. Tanah yg miring ke belakang
4. Tanah belukar
5.
Tanah
yg dekat sumber air
Tempat yang tidak baik untuk mendirikan
bangunan menurut tradisi Melayu antara lainnya adalah:
1.
Tanah
dusun atau kebun yg belum yg belum ada tananam tua atau tananam keras
2. Tanah bercampur pasir
3. Tanah bekas perumahan lama
4.
Tanah
terbuang atau terlantar
Tempat yg dipantangkan untuk mendirikan
bangunan antara lain;
1.
Tanah
gambut
2. Tanah KUBURAN
3. Tanah bekas orang mati berdarah
4. Tanah bekas orang mati karena penyakit
sampar
5. Tanah tahi burung
6. Tanah berbusur dan beranai-anai
7. Tanah wakaf
8.
Lidah
tanah
4. ARAH BANGUNAN
Pertama mengarah ke utara. Kedua, menghadap ke timur.
Ketiga, menghadap ke barat. Keempat menghadap ke selatan.
7. MEMILIH BAHAN BANGUNAN
Petunjuk tradisional tentang bermacam-macam kayu yg tidak
baik utk dijadikan bahan bangunan, misalnya kayu yang dililit akar, kayu yang
berlubang dgirik kumbang, kayu yang sedang berpucuk muda, kayu yg batangnya
berpilin, kayu tunggal, kayu bekas tebang orang, kayu yg tidak langsung
tumbang, kayu yg akar menjulur ke air, kayu yg bekas terbakar,
8. UKURAN BANGUNAN
Secara tradisional patokan untuk mengukur adalah ukuran
bagian tubuh si pemilik, seperti tinggi hasta, serta ukuran banyak berdasarkan
kasau. Tinggi bangunan yg paling baik adalah sepemikulan, artinya beban hidup
akan dapat dipikul sepenuhnya oleh si pemilik. Jika tinggi bangunan itu
sejunjungan, yaitu setinggi puncak kepala si pemilik. Jika tinggi bangunan itu
sepejangkauan, berarti baik karena dipercaya si pemilik akan dapat menjangkau
segala keperluan rumah tangganya serta mencapai cita-cita.Jika tinggi bngunan
itu sepenyangup, yaitu setinggi mulut, ini tidak baik berarti menjadi kikir,
rakus, serta bertengkar dgn tetangga sekitarnya. Jika tinggi bangunan itu
selutut, ini tidak baik, makna si pemilik tidak tahu adat serta akan berada,
kemiskinan.
9. TIANG
Macam macam tiang menurut padangan tradisional Melayu Riau
adalah sebagai berikut:
1.
Tiang
Penghulu, terletak di antara pintu muka dgn tiang seri di sudut kanan bangunan
2. Tiang Tua, tiang yg terletak pada
deretan kedua sebelah kiri dan kanan pintu tengah
3. Tiang tengah, tiang-tiang yg terdapat
di sekeliling bangunan induk
4. Tiang bujang, tiang yg khusus dibuat di
bagian tengah rumah
5.
Tiang
dua belas, gabungan dari 4 buah tiang seri, 4 buah tiang tengah,2 buah tiang
tua, 1 buah tiang penghulu, dan I buah tiang bujang
10. TANGGA
Ada dua jenis tangga, yaitu (1) tangga bulat, tangga yang
dibuat dari kayu bulat. (2) tangga picak yaitu terbuat dari papan tebal
11. BENDUL
Bendul juga disebut batas adat. Karena bendul merupakan
batas tempat tamu lelaki dibenarkan masuk apabila di rumah tersebut tidak ada
lelaki.
12. RAGAM HIAS DALAM SENI BANGUNAN MELAYU RIAU
Hiasan yg terdapat dalam seni bangunan Melayu Riau
bermacam-macam. Misalnya, sepanjang kaki dinding di bagian depan dan belakang
rumah lontik diberi ukiran yg disebut gando ari. Motif ukiran mengambil bentuk
daun, bunga, kuntum, dan akar-akaran yg menggambarkan kekayaan flora sebagai
pernyataan dekatnya hubungan manusia dgn alam.
Hiasan pada bagian atap biasanya dibuat pada cucuran atap
pada perabung. Diantara hiasan yg dibuat pada perabung atap adalah selembayung.
Selembayung disebut juga sulo bayung atau Tanduk Buang, hiasan yg terletak
bersilangan di kedua ujung perabung bangunan belah bubung dan rumah lontik.
Selembayung yg diletakkan di bagian paling tinggi suatu
bangunan mengandung lambang yg sangat tinggi artinya. Itulah sebabnya
selembayung disebut juga Tajuk Rumah atau mahkota suatu bangunan yang dipercaya
dapat membangkitkan seri atau atau cahaya bangunan itu.
Selembayung disebut juga Pasak Atap sebagai lambang
keserasian hidup yang tahu diri.
Selembayung juga disebut Tangga Dewa yg dipercaysa sebagai
tempat turun dewa, mambang, akuan, soko, dan roh orang sakti.
Selembayung juga dinamakan Rumah Beradat karena bangunan
yang berselembayung merupakan tanda kediaman orang berbangsa atau kediaman
orang patut/ terhormat.
Selembayung yg berbentuk seperti bulan sabit disebut juga
Tuan Rumah, yg dipercaya akan mendatangkan tuah kpd pemilik banguan.
Selembayung yg dilengkapi dgn tombak melambangkan penjaga agar rumah atau
bangunan tentram juga. Motif ukiran selembayung terdiri dari daun-daunan dan
bunga yg melambangkan kasih saying, tahu adat ,tahu diri, keturunan dan serasi
dlm rumah tangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar