Jumat, 25 Agustus 2017

Bangunan Tradisional Melayu



BANGUNAN TRADISIONAL MELAYU DAN NILAI BUDAYA MELAYU
DIRANGKUM OLEH ZULKIFLI LUBIS, S.Pd.,M.Pd.
GURU BAHASA INDONESIA SMAN I PEKANBARU

1.  PENDAHULUAN
          Bangunan tradisional yg disebut juga “ seni bina” Melayu terutama utk rumah kediaman, pada hakekatnya amat diutamakan dalam kehidupan orang Melayu. Rumah bukan saja sbg tempat tinggal, tetapi juga menjadi lambang kesempurnaan hidup. Beberapa ungkapan tradisional Melayu menyebutkan rumah sebagai “ caha hidup” di bumi, tempat beradat berketurunan, tempat berlabuh kaum kerabat, tempat singgah dagang lalu, hutang orang kepada anaknya”. Itulah sebabnya rumah dikatakan “mustahak”, dibangun dgn berbagai pertimbangan yg cermat, dgn memperhatikan lambing-lambang yg merupakan refleksi nilai budaya masyarakatnya pendukungnya.
          Makna lambing-lambang yang terkandung dalam seni bangun di Riau. Sumber seni bangunan tradisional di Riau dapat dijumpai dalam berbagai bentuk puisi tradisional serta ungkapan –ungkapan yg khas. Oleh karena itu, untuk mengetahui dgn tepat makna lambing-lambang yg terdapat dalam seni tersebut diperlukan pengetahuan yg mendalam mengenai sastra lisan, tulisan, dan ungkapan lama.

2.  ARTI, FUNGSI DAN BENTUK BANGUNAN
          Bangunan tradisional Melayu adalah suatu bangunan yg utuh, yg dapat dijadikan sbg tempat kediaman keluarga, tempat bermusyawarah, tempat berketurunan, dan tempat berlindung siapa saja yg memerlukan. Tergambar dalam ungkapan Riau yg berbunyi, “ Yg bertiang dan bertangga. Beratap penampung hujan penyanggah panas. Berlindung penghambat angin dan tempias. Berselasar dan berpelantar. Beruang besar berbilik dalam. Berpenanggah dan bertepian”. ‘ Tempat berhimpun sanak saudara. Tempat berunding cerdik pandai. Tempat bercakap alim ulama. Tempat beradat berketurunan. Yg berpintu berundak-undak. Bertingkap panjang berterawang. Berparan berajung tinggi.
          Menurut tradisi, orang Melayu Riau percaya pada empat cahaya di bumi yg terdiri dari rumah tangga, ladang bertumpuk, beras padi, dan anak-anak muda. Rumah tangga, cahaya pertama hendaknya dipagari adat, seperti dinyatakan dalam ungkapan, “ Empat hutang orang tua kpd anaknya. Pertama madi ke air. Kedua jejak tanah. Ketiga sunat Rasul bagi anak laki-laki. Tindik dabung bagi anak perempuan. Keempat mendirikan rumah tangganya. Rumah ada adatnya. Tepian ada bahasanya”.
          Jika perabung atap bangunan itu sejajar dgn jalan raja, orang Melayu menyebutnya rumah perabung panjang. Sebaliknya, tidak sejajar disebut” Rumah Perabung Melintang. Jika perabung bangunan itu melentik ke atas pada kedua ujungnya, disebut “ Rumah Lontik”/ Rumah Pencalang/ Rumah Lancang, karena bentuk hiasan pada kaki dinding di depan dan di belakang seperti perahu. Ini dinyatakan dalam ungkapan “ Lontik rumah pada perabung. Lontik sepadan ujung pangkal. Tempat hinggap sulo bayung. Tempat bertanggam tanduk buang.”. Jika atap Rumah Lontik ini bertingkat, disebut Rumah Gorai atau Gerai. Rumah atap limas yg diberi tambahan di bagian muka dan belakang dgn atap lain yg berbentuk limas disebut Limas Penuh. Tetapi jika tambahan itu berbentuk Belah Bubung, maka rumah itu disebut Limas berabung MELAYU.
          Bangunan di atas umumnya berbentuk persegi panjang dan jarang sekali berbentuk bujur sangkar. Lagi pula bangunan itu dinyatakan sbg “ tinggi lucup kepala, rendahnya seanjing duduk” , yg menggambar rumah panggung.

2.  LAMBANG LAMBANG DALAM BANGUNAN MELAYU RIAU
          Kunci utama dalam mewujudkan bangunan dan lambing-lambangnya adalah musyawarah. Oleh karena itu , langkah pertama sebelum mendirikan bangunan adalah melakukan musyawarah, baik antarkeluarga, maupun dgn melibatkan anggota masyarakat lain. Musyawarah membicarakan ttg jenis bangunan yg akan didirikan, kegunaannya, bahan yg diperlukan, lokasi bangunan, tukang yg akan mengerjakan, dan waktu pekerjaaan dimulai. Pengerjaannya ditekankan pada asas kegotongroyong yg disebut batobo, besolang, bepiari, atau betayan.

4.  UPACARA
          Upacara yang umum dilakukan dalam pekerjaan ini adalah beramu, mematikan tanah, menaiki rumah. Upacara beramu disebut juga Mendarahi kayu, meramu atau membahan. Tujuannya agar orang yg terlibat dalam pembuatan bangunan tidak mendapat gangguan dari penunggu hutan. Upacara mematikan tanah, bertujuan utk mebersihkan tanah tempat bangunan akan didirikan dari segala makhluk halus yg mendiaminya. Upacara mematikan tanah, ditujukan sbg ucapan terima kasihdari pemilik rumah itu kpd orang yg telah ikut membantu. Kadan-lkadang upacara ini diikuti kenduri atau makan bersama didahului doa selamat.

4.  LETAK BANGUNAN
          Tempat-tempat yg baik utk mendirikan banguanan menurut tradisi Melayu Riau:
1.   Tanah liat
2.   Tanah yg datar
3.   Tanah yg miring ke belakang
4.   Tanah belukar
5.   Tanah yg dekat sumber air
Tempat yang tidak baik untuk mendirikan bangunan menurut tradisi Melayu antara lainnya adalah:
1.   Tanah dusun atau kebun yg belum yg belum ada tananam tua atau tananam keras
2.   Tanah bercampur pasir
3.   Tanah bekas perumahan lama
4.   Tanah terbuang atau terlantar
Tempat yg dipantangkan untuk mendirikan bangunan antara lain;
1.   Tanah gambut
2.   Tanah KUBURAN
3.   Tanah bekas orang mati berdarah
4.   Tanah bekas orang mati karena penyakit sampar
5.   Tanah tahi burung
6.   Tanah berbusur dan beranai-anai
7.   Tanah wakaf
8.   Lidah tanah

4.  ARAH BANGUNAN
          Pertama mengarah ke utara. Kedua, menghadap ke timur. Ketiga, menghadap ke barat. Keempat menghadap ke selatan.

7.  MEMILIH BAHAN BANGUNAN
          Petunjuk tradisional tentang bermacam-macam kayu yg tidak baik utk dijadikan bahan bangunan, misalnya kayu yang dililit akar, kayu yang berlubang dgirik kumbang, kayu yang sedang berpucuk muda, kayu yg batangnya berpilin, kayu tunggal, kayu bekas tebang orang, kayu yg tidak langsung tumbang, kayu yg akar menjulur ke air, kayu yg bekas terbakar,


8.  UKURAN BANGUNAN
          Secara tradisional patokan untuk mengukur adalah ukuran bagian tubuh si pemilik, seperti tinggi hasta, serta ukuran banyak berdasarkan kasau. Tinggi bangunan yg paling baik adalah sepemikulan, artinya beban hidup akan dapat dipikul sepenuhnya oleh si pemilik. Jika tinggi bangunan itu sejunjungan, yaitu setinggi puncak kepala si pemilik. Jika tinggi bangunan itu sepejangkauan, berarti baik karena dipercaya si pemilik akan dapat menjangkau segala keperluan rumah tangganya serta mencapai cita-cita.Jika tinggi bngunan itu sepenyangup, yaitu setinggi mulut, ini tidak baik berarti menjadi kikir, rakus, serta bertengkar dgn tetangga sekitarnya. Jika tinggi bangunan itu selutut, ini tidak baik, makna si pemilik tidak tahu adat serta akan berada, kemiskinan.

9.  TIANG
          Macam macam tiang menurut padangan tradisional Melayu Riau adalah sebagai berikut:
1.   Tiang Penghulu, terletak di antara pintu muka dgn tiang seri di sudut kanan bangunan
2.   Tiang Tua, tiang yg terletak pada deretan kedua sebelah kiri dan kanan pintu tengah
3.   Tiang tengah, tiang-tiang yg terdapat di sekeliling bangunan induk
4.   Tiang bujang, tiang yg khusus dibuat di bagian tengah rumah
5.   Tiang dua belas, gabungan dari 4 buah tiang seri, 4 buah tiang tengah,2 buah tiang tua, 1 buah tiang penghulu, dan I buah tiang bujang

10.  TANGGA
          Ada dua jenis tangga, yaitu (1) tangga bulat, tangga yang dibuat dari kayu bulat. (2) tangga picak yaitu terbuat dari papan tebal

11.  BENDUL
          Bendul juga disebut batas adat. Karena bendul merupakan batas tempat tamu lelaki dibenarkan masuk apabila di rumah tersebut tidak ada lelaki.

12.  RAGAM HIAS DALAM SENI BANGUNAN MELAYU RIAU
          Hiasan yg terdapat dalam seni bangunan Melayu Riau bermacam-macam. Misalnya, sepanjang kaki dinding di bagian depan dan belakang rumah lontik diberi ukiran yg disebut gando ari. Motif ukiran mengambil bentuk daun, bunga, kuntum, dan akar-akaran yg menggambarkan kekayaan flora sebagai pernyataan dekatnya hubungan manusia dgn alam.
          Hiasan pada bagian atap biasanya dibuat pada cucuran atap pada perabung. Diantara hiasan yg dibuat pada perabung atap adalah selembayung. Selembayung disebut juga sulo bayung atau Tanduk Buang, hiasan yg terletak bersilangan di kedua ujung perabung bangunan belah bubung dan rumah lontik.
          Selembayung yg diletakkan di bagian paling tinggi suatu bangunan mengandung lambang yg sangat tinggi artinya. Itulah sebabnya selembayung disebut juga Tajuk Rumah atau mahkota suatu bangunan yang dipercaya dapat membangkitkan seri atau atau cahaya bangunan itu.
          Selembayung disebut juga Pasak Atap sebagai lambang keserasian hidup yang tahu diri.
          Selembayung juga disebut Tangga Dewa yg dipercaysa sebagai tempat turun dewa, mambang, akuan, soko, dan roh orang sakti.
          Selembayung juga dinamakan Rumah Beradat karena bangunan yang berselembayung merupakan tanda kediaman orang berbangsa atau kediaman orang patut/ terhormat.
          Selembayung yg berbentuk seperti bulan sabit disebut juga Tuan Rumah, yg dipercaya akan mendatangkan tuah kpd pemilik banguan. Selembayung yg dilengkapi dgn tombak melambangkan penjaga agar rumah atau bangunan tentram juga. Motif ukiran selembayung terdiri dari daun-daunan dan bunga yg melambangkan kasih saying, tahu adat ,tahu diri, keturunan dan serasi dlm rumah tangga     

























B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar