Jumat, 25 Agustus 2017

Ilmu dan Seni

BAHASA INDONESIA: ILMU DAN SENI
OLEH
ZULKIFLI LUBIS, S.Pd., M.Pd.
GURU BAHASA INDONESIA
SMAN 1 PEKANBARU

A. Alas Kata

Dalam kehidupan di dunia ini, orang tidak akan lepas dari bahasa.
Apapun objek kajian yang dibahasnya tetap memakai bahasa. Sebagai
contoh, salah seorang guru mengajarkan mata pelajaran “sejarah “ , dan “
Matematika “, dan lain-lain. Gagalnya hasil pembelajaran yang diperoleh
oleh siswa disebabkan bahasa yang dipergunakan oleh guru itu kebanyakan
tidak tahu tentang makna kata yang diucapkan sehingga dipaksa siswa untuk
mengaminkannya. Padahal, kata-kata itu bukan sebatas arti saja tetapi maju
selangkah menyangkut tentang makna. Kalaulah digabungkan pemahaman
oleh guru dalam menyampaikan sebuah topik/tema pembelajaran pasti
pembelajaran yang diterima oleh siswa itu menjadi berkesan malahan siswa
menjadi kreatif, inovatif, konstruktif, dan santun.
Kebanyakan kita dalam menyampaikan sebuah topik hanya sebatas
pengertian saja. Sebatas pengertian saja, artinya sebatas pengetahuan
saja/kognitif tetapi kita terhenti kepada sikap/Afektif/keterampilan berbahasa.
Padahal, sasaran pembelajaran itu merujuk kepada sikap berbahasa itu
sendiri. Dengan kata lain, sebatas mengingat/ pengetahuan saja. Cobalah
1

kita renungkan! Yang kita buat sampai hari ini hanya sebatas mengingat-
mengingat saja. Dari segi bahasa, pada umumnya siswa dan mahasiswa
kurang terampil berbahasa khususnya bahasa Indonesia. Bukan soal bahan,
metode, startegi, dan pendekatan pembelajaran yang lemah/kurang tetapi
soal ucapan/bahasa itu sendirilah menjadi pusat permasalahan. Semantap
apapun silabus dan RRP pembelajaran kalau cara berbahasa guru itu tidak
mantap tunggu sajalah tanggal kehancurannya terhadap siswa. Contoh kita
punya Honda baru tetapi kita tidak pandai memakainya, maka Honda itu
tidak dapat dibawa kemana-mana. Kurikulum itu benda mati, maka gurulah
yang harus pandai merekayasa tema-tema yang dipaparkan oleh pembuat
kebijakan kurikulum secara nasional. Guru harus kaya makna bukan kaya arti
saja. 
Bahasa Indonesia dianggap oleh semua pelajar maupun kalangan
masyarakat lainnya dikatakannya, “ Bahasa Indonesia itu tidak perlu
dipelajari karena dari kecil kita sudah belajar bahasa Indonesia”. “
Untuk apa lagi, dipelajari bahasa Indonesia itu “. Pendapat-pendapat
inilah yang merasuk setiap pelajar itu. Lemahnya minat pelajar memahami/
menyimak bahasa Indonesia itu karena bahasa Indonesia tidak laku dijual ke
pasar kalau bahasa Inggris laku dijual ke pasar. Padahal, tata bahasanya
2

ejaan bahasa Inggris kacau balau. Harimurti Kridaklaksana dalam Kumpulan
Kolom Bahasa Kompas mengatakan, 
“ Memang tidak adanya akademi bahasa Inggris membuat bahasa
Inggris salah satu bahasa yang paling kacau ejaannya. Karena itu, sampai
sekarang pun orang Inggris dan Amerika dewasa menghadapi kesulitan
dalam mengeja ( tahun 1992 Wakil Presiden Amerika Serikat dan Quayle
diolok-olok orang karena menyatakan bahwa kata kentang harus ditulis
potatoe, padahal yang betul ialah potato ).
Akibat lain kacaunya ejaan bahasa Inggris ialah adanya penderita buta
huruf sebanyak lebih dari 20 juta orang Amerika Serikat. Yang menarik
mengenai perkembangan bahasa Inggris ialah walaupun tidak ada akedemi
bahasa dan ejaannya kacau, bahasa itu mantap dan mampu berkembang ke
seluruh dunia. Ternyata, dewasa ini yang berperanan besar dalam
pemantapan bahasa Inggris ialah organisasi propfesi guru bahasa Inggris dan
media massa.
Atas dasar kesepakatan para gurulah keraguan-keraguan dalam
bahasa Inggris diatasi; dan bila masih ada yang kurang percaya akan aturan
bahasa, orang selalu merujuk pada kamus dan buku tata bahasa ( 2003: 5 ).

Kesimpulannya, bahasa itu dapat berkembang ke seluruh dunia
bukanlah karena tata bahasanya yang teratur, melainkan karena kekuatan
politik dan ekonomi negara pendukungnya. Secara kosa kata, kata sampan
(boat ) pada dalam bahasa Indonesia lebih banyak, sampan, tongkang, jalur,
rakit ( rakit pisang, rakit kayu, rakit buluh) dan Jempatan, titian, taratak ).
Kalau bahasa Inggris menyebutkan (satu) ucapannya (wan ) padahal tulisan
(one ) secara ilmiah tak dapat dijawab alasannya karena huruf (o) diucapkan
menjadi (w) dan huruf (n) diucapkan (a), serta huruf (e) diucapkan (n).
Kebenaran ejaan bahasa Inggris itu disebabkan oleh
kesepakatan/konvesional saja secara kajian ilmiah masih dapat diperdebatkan 
3

Masing-masing penutur bahasa Indonesia khususnya kalangan
akedemi menghargai secara ilmiah maka bahasa Indonesia dapat
berkembang pula ke seluruh dunia. Kiasannya adalah baju kita itu wool 
tetapi baju orang itu teteron namun kita lebih suka memakai buju yang
tetoron itu daripada memakai baju wool kita sendiri. Padahal, lebih banyak
kita berbahasa Indonesia daripada berbahasa Inggris baik secara non ilmiah
maupun secara ilmiah. Sesuai dengan Sumpah Pemuda, “ Kami putra-putri
bangsa Indonesia menjunjung tinggi bahasa Indonesia “.
B. Permasalahannya
1. Bahasa Indonesia sebagai Ilmu
Bahasa merupakan sarana komunikasi manusia sejak awal
penciptaannya sebagaimana dalam Al-Quran surah Al- Rahman ayat 4 yang
berbunyi, “Allamahu al bayan “. Artinya, Allah mengajarkan (manusia)
pandai berbicara.
Dalam bahasa dan berbahasa ini, antara lain dahlan dalam bukunya,
menegaskan bahwa Al – Quran menampilkan enam prinsip yang seyogianya
dijadikan pegangan saat berbicara.
 Pertama, Qaulan Sadida, QS An – Nisa (4):9, yaitu berbicara dengan
benar, yang arti surat tersebut adalah: “ Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.
4

 Kedua, Qaulan Ma rufa, QS An – Nisa (4): 8, yaitu berbicara dengan
menggunakan bahasa yang menyedapkan hati tidak menyinggung atau
menyakiti perasaan, sesuai dengan kriteria kebenaran, jujur, tidak
mengandung kebohongan, dan tidak berpura-pura. Yang arti surat tsb: “
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu ( sekedarnya ) dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang baik.
 Ketiga, Qaulan Baligha, QS An – Nisa (4): 63, yaitu berbicara dengan
menggunakan ungkapan yang mengena, mencapai sasaran dan tujuan
atau membekas, bicaranya jelas, terang, dan tepat. Yang arti surat tsb:
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di
dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan
berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
berbekas pada jiwa mereka “.
 Keempat, Qaulan Maysura, QS Al – Isra (17): 28, yaitu berbicara
dengan baik dan pantas, agar orang tidak kecewa. Yang arti surat tsb,
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan
yang pantas”.
 Kelima, Qaulan Karima, QS AL – Isra (17): 23, yaitu berbicara kata-kata
mulia yang menyiratkan kata yang isi, pesan, cara, serta tujuannya selalu
baik, teruji, penuh hormat, mencerminkan akhlak terpuji dan mulia. Yang
arti ayat tersebut, “ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-keduanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepadanya perkataan “ ah “ dan janganlah kamu membentuk mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia “
 Keenam, Qaulan Layyina, QS Thaha (20): 44, yaitu berbicara dengan
lembut. Yang arti ayat tersebut, “ Maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia
ingat atau takut “. Hal inilah yang diisyaratkan Nabi dalam ungkapannya,
“ Muslim yang baik adalah jika muslim lain merasa tentram dari
perkataan dan perbuatannya” .

Keenam prinsip tersebut di atas ini menggambarkan kepada kita
bahwa betapa penting bercakap-cakap/ berkata-kata/ berbicara terhadap
5

kawan berbicara dalam rangka mencapai tujuan komunikasi tertentu. Kita
lebih banyak  berbicara daripada menulis. Berbicara lebih melihat ke dalam
hati dan pikiran sedangkan menulis menukik kepada bentuk fisik. Kalaulah
pandai, dan santun dalam berbicara dengan sendirinya pasti pandai menulis.
Sebab Allah SWT lebih melihat ke dalam hati seseorang kalau mantap mata
hati itu maka mantap pulalah seluruh hasil karya munusia itu. 
Sehubungan dengan itu, UU Hamidy mengatakan, “ Bahasa yang baik
dan benar itu. Kalau bahasa Indonesia yang baik itu menekankan kepada
pengucapan yang tidak dipengaruhi oleh dialek daerah. Pengucapan bahasa
hendaklah bersesuaian dengan maksud dan tujuan. Contoh katanya, /air
mani /  diucapkan / air mani /, / ubah / diucapkan / rubah /, / pakai/
diucapkan /pakek/, /kerbau/ diucapkan /kerbo/, /pekan/ diucapkan /pakan/ (
1998: 27-28). Semua kata diucapkan itu sudah menyimpang dari maknanya
sehingga orang mendengarnya menjadi salah tafsir. Tujuan berkomunakasi
pada hakekatnya agar orang menyimaknya cepat tahu bukan sebaliknya,
menjadi pusing.
Kesalahannya adalah terletak pada sistem kurikulum bahasa Indonesia
yang hanya pandai membingkai kata menjadi kalimat secara grammar /
tatabahasa. Kata Pak Guru, “ Itu sudah baku”. Cobalah dibayangkan dari SD,
SMP, SMA, dan sampai ke Perguruan Tinggi pembelajaran bahasa Indonesia
6

masih djejal kepada pola sabjek –predikat-objek- keterangan. Cara berpikir
seperti itu dalam mengajar masih bergaya ortodok. Di sisi lain, siswa dan
mahasiswa tidak pandai berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. 
Untuk membuktikan benar atau tidaknya mohon diamati setiap
ruangan yang ada pembelajarannya tetap tidak melahirkan siswa/ mahasiswa
pandai bertanya, pandai menjawab, pandai berdebat, pandai berdiskusi,
pandai membaca, menyimak, dan menulis. Ketidakpandaian itu guru/dosen
bahasa Indonesia tidak oreintasikan kepada sikap berbahasa Indonesia.
Seperti apa yang dikatakan oleh Masnur Muslich, “ Guru lebih banyak
mengajarkan teori daripada praktek berbahasa” ( 2010: 23).
Dari segi ilmu pengucapan bahasa Indonesia sudah menyimpang maka
kembali kepada pola pengucapan bahasa Melayu. Sebab bahasa Indonesia
antara bahasa tulis dengan ucapan hampir sama. Contohnya, lambang /1/
bacanya adalah /satu/ artinya tetap /satu/. Bahasa Indonesia kalau
diucapkan haruslah baik. Gara-gara bahasalah kita bisa bersatu, dan gara-
gara bahasa juga kita bisa bercerai maka pandai menjaga keseimbangannya.
Tali ikatannya tetap bahasa khususnya bahasa Indonesia. Gara-gara ucapan
juga kita tidak menegur kawan. 
7

Seolah-olah bahasa Indonesia tidak mempunyai makna. Dengan kata
lain, tidak ada ilmunya sehingga dianggap oleh remeh masyarakat
pemakainya.
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang
beroreintasi kepada makna bukan sebatas arti saja. Betapa banyak pemakai
bahasa Indonesia yang sudah rusak. Khususnya dikalangan siswa dan
mahasiswa yang tidak bisa dia membedakan antara kata /tunggu/ dengan
kata /nanti/, kata /siap/ dengan /selesai/, kata /beda/ dengan /selisih/, kata
/masak/ dengan kata /ranum/, kata /guna/ dengan kata /fungsi/, kata /Ahad/
dengan kata /Minggu/.
Contoh seperti di atas, mengajak para pelajar untuk mengembangkan
pola pikir/logika bahasa yang tajam, aktual, dan terpecaya. Jangan dianggap
sama arti/maknanya perlu ada argumentasi yang jelas sehingga melahirkan
konsep yang dapat dipertanggungjawabkan. 
Mari kita uraian salah satu kata /guna/ dengan kata /fungsi/. Orang
banyak menyamakan dengan artinya/makna,padahal makna berbeda. Sebab
kata kata /guna/ maknanya adalah menititikberatkan kepada manfaat
sedangkan kata /fungsi/ maknanya adalah lebih menititikberatkan kepada
peranan/peran/ penghubung terhadap sesuatu. Contoh secara filsafat, “ Jika
nyawa orang itu tidak berfungsi lagi maka tidak ada gunanya lagi
8

orang tersebut”. Binatang mati, manusia mati mana yang lebih
berguna? “Tentu binatang “. Umpamanya, harimau mati, dapat
digunakan bulu, gigi, taring, tulang, kumis, kulit, kuku, dll. Kalau
manusia mati, tidak gunanya lagi maka orang bergegas
mengantarkan mayat tersebut ke kubur untuk dikebumikan. 
Dengan kata lain, sama-sama posisinya mati lebih bermanfaat
binatang/hewan daripada kita. Kita baru berguna apabila kita masih berfungsi
nyawa dibadan. Itupun kalau berjalan akal dan pikiran kita kepada jalan Allah
SWT barulah berguna bagi orang lain. Jangan kita merasa bangga/sombong
di muka bumi Allah SWT. Mentang-mentang diberi julukan menjadi khalifah di
muka bumi Allah SWT. Itu –kan kalau kita berbuat dengan baik sesama
manusia. 
Coba pikirkan ! Apa yang kita ciptakan? Ternyata tidak ada. Lebih
hebat lagi, lebah  dapat membuat madu, kita hanya memakan madu. Lebih
hebat jarum nyamuk untuk menusuk kulit kita agar mengambil darah
daripada telunjuk kita. Maka Allah SWT dalam AL –Quran paling banyak
membuat perumpamaan terhadap manusia agar manusia berpikir tajam
menyimak hasil ciptaan Allah SWT. Seperti tertuang dalam Al-Quran Surah Al-
Baqarah 2: 26 yang artinya, “ Sesungguhnya Allah tidak segan
membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari
itu. Aadapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu
kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “ Apa
maksud Allah dengan perumpamaan ini ?” Dengan (perumpamaan)
itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak
(pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia
sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik”.

9

Mainkanlah akal yang sudah ditiupkan oleh Allah ke dalam tubuh kita
supaya kamu jangan tinggal jabatan saja atau mengagung-agungkan
peranan/jabatan kita padahal kita tidak melakukan apa yang disindir oleh
Allah Swt maka termasuk orang yang fasik. Maka Allah paling muak melihat
orang fasik daripada orang munafik. Al-Baqarah 2: 28 yang artinya, “
Bagaimana kamu ingkar kepada Allah. Padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia
menghidupkan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian,
kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.
Maka fungsi bahasa Indonesia tidak sebagai alat komunikasi, tidak
sebagai alat ekspresi diri, tidak  sebagai control sosial saja, tidak hanya
sebagai alat pemersatu bangsa, tidak hanya sebagai alat adaftasi, tetapi
sasaran yang paling inti adalah fungsi bahasa Indonesia sebagai alat
untuk berpikir. Inilah yang tidak ada dikalangan kampus-kampus
pendidikan. Seharusnya, diajarkan kepada anak didik supaya anak didik
menjadi tajam berpikir. Agar anak didik tajam berpikir, guru/dosenlah yang
harus tajam berpikir dengan modal banyak membaca-membaca-
membaca dan langkah terakhir menulis – menulis – menulis. Inilah
bahasa Indonesia yang dianggap sebagai ilmu. Sebab dengan ilmu hidup jadi
mudah, dengan agama hidup jadi teratur, dengan seni hidup jadi indah.
Inilah bahasa Indonesia menurut penulis sebagai ilmu. Dengan satu kata kita
10

uraikan sudah menjadi menjadi lima lembar hasil tulisan yang kita tulis.
Contoh, coba jelaskan perbedaan fasik dengan kafir, cobaan dengan siksaan.
Kalau bisa, berarti kita sudah mulai terampil berbahasa Indonesia. Gejala
yang terlihat pada mahasiswa tidak mampu mengembangkan topik untuk
menjadi skripsi, ini disebabkan oleh guru/dosen menggunakan metode
pengajaran berpola menghafal. Padahal, dosen/ guru tugasnya hanya
membawa tema-tema pembelajaran dan mahasiswa/siswa membahasnya
terakhir barulah digabungkan antara guru/dosen dgn mahasiswa/siswa.
Itulah sekarang kurikulum 2013 menititikberatkan kepada tematik
integratik. Mohon maaf ! Bapak UU Hamidy –lah yang sejak dulu
mengembangkan sistem pengajaran bahasa Indonesia yang berpola
tematik supaya mahasiswa tajam menangkap informasi-informasi. 
2. Bahasa Indonesia Sebagai Seni
Hidup dengan seni menjadi indah. Seni adalah usaha untuk
menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan atau indah. Naluri asasi
manusia mengarah kepada keselamatan dan kesenangan, yang diistilahkan
dalam Islam dengan salam. Masalah keindahan (indah, bagus, cantik) adalah
kata-kata yang paling banyak dan yang paling umum diucapkan, tapi paling
sukar untuk diberikan pengertian. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati
11

bahwa orang lebih tertarik kepada keindahan dari kebaikan, juga daripada
kebenaran. 
Indah sebagai nilai bersifat ideal. Ia bukan fakta., karena itu tidak ada
eksistensinya di luar diri manusia. Suatu karya atau barang yang dikatakan
indah adalah keindahannya tidak terletak pada karya atau barang itu sendiri.
Tetapi ia adalah perasaan yang dihayati, ketika kita mengalami karya atau
barang itu. Indah adalah sebutan yang kita berikan kepada sifat-sifat tertentu
objek, karena ia menimbulkan dalam diri kita kesenangan khas tertentu, yang
disebut estetika (Sidi Gazalba, 1980: 235).

Kesenangan adalah suasana yang berpengaruh, menyertai proses
rohaniah dan jasmaniah, manakala keduanya itu normal dan sehat, apabila
kehidupan penuh di hati, ketika semuanya berjalan lancar, dan tujuan-tujuan
penting terwujud. Kesenian adalah usaha untuk membentuk kesenangan.
Kesenangan merupakan salah satu naluri asasi atau keperluan asasi manusia.
Dengan demikian, kesenian terkait dengan kemanusian, seperti juga agama,
sosial, ekonomi, berfikir, pengetahuan kerja.
Bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai sarana untuk men-
ekspresikan perasaan dan pikiran menjadi indah/ seni. J.S. Badudu dalam
bukunnya tentang ungkapan atau kiasan terhadap sesuatu dengan
menggunakan bahasa Indonesia, “ Sekali air dalam, sekali pasir berubah
“ ( 2008: 209). Arti sebenarnya: Air laut mengalami pasang dan surut.
Maksud peribahasa di atas mengatakan apabila air pasang (naik), maka pasir
di dasar laut akan berubah lagi. Umpamakanlah pasir di tepi pantai yang
12

karena dijalani orang memberikan bekas-bekas kaki di atasnya. Tetapi, bila
air pasang, maka bekas-bekas kaki itu akan disapu oleh air itu sehingga
hilang lagi. Arti kiasannya: Air yang disebutkan dalam peribahasa di atas
dikiaskan dengan pemerintah; pasir diumpamakan dengan peraturan. Sekali
air dalam maksudnya tiap kali yang memerintah (menteri) berganti, sekali
pasir berubah maksudnya tiap kali pula peraturan berubah.
Maksudnya, tiap kali menteri yang baru membuat lagi peraturan atau
ketetapan baru sehingga yang sudah ditetapkan oleh menteri yang lama
dianggap tidak berlaku lagi. Hal itu lumrah bukan hanya di negara kita,
melainkan di negara lain juga.
 Model itulah kekuatan kata-kata bahasa Indonesia yang disusun
menjadi kiasan/ungkapan penuh dengan makna yang luar biasa. Hanya
sekalimat saja tetapi penjabaran sangat luas. Kalau kita mendengarnya
menjadi Indah, bagus, baik di dengar oleh telinga manusia. Seperti apa yang
dikatakan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Surah Ya Sin, 36: 69, artinya, “
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan
bersyair itu tidaklah layak baginya.  Quran itu tidak lain hanyalah
pengajaran/peringatan dan kitab yang nyata”. Selanjutnya seni
sebagai lantunan agama Nabi Muhammad bersabda, “ Hendaklah kamu
baguskan akan Quran dengan suaramu, karena suara yg bagus itu
13

menambah kebagusan Al-quran (hadis riwayat Imam Al-Hakim, Ad-Darimy
dan Ibnu Nasar dari Al- Bara bin Azib dalam Sidi Gazalba (1980: 240).
3. Simpulan
Di dalam berbahasa Indonesia kita harus memperhatikan enam prinsip
yaitu: (1) berbicara dengan benar, (2) berbicara dengan menyenangan hati,
(3) berbicara dengan mengena, sasaran, dan tujuan atau membekas/ tajam,
(4) berbicara dengan baik dan pantas, (5) berbicara dengan kata-kata yang
mulia, (6) berbicara dengan lemah lembut
Di samping itu, dalam berbahasa Indonesia kita harus menempatkan
diri sesuai dengan fungsi bahasa itu sendiri. Fungsi bahasa itu, yaitu (1)
bahasa sebagai alat komunikasi, (2) bahasa sebagai alat ekspresi diri (3)
bahasa sebagai alat adaftasi (4) bahasa sebagai alat control sosial (5) bahasa
sebagai alat pemersatu (6) bahasa sebagai alat untuk berpikir.
Bahasa Indonesia sebagai ilmu itu berorientasi kepada perbedaan
makna suatu kata. Jadi kita dalam menggunakan kata-kata dalam ucapan
maupun tulisan harus memperhatikan makna. Semakin dalam makna kata itu
semakin banyak pula orang menggunakannya. Maka dengan ilmu hidup jadi
mudah mengerjakan sesuatun karena kita tahu makna kata itu.
Bahasa Indonesia sebagai seni itu beroreintasi kepada tiga nilai:
benar, baik, dan bagus. Ketiga itu menunjukkan kepada keindahan kata-kata
14

Daftar Rujukan
Alatas, Syed Hussein, dkk. 1980. Kesusastraan Melayu dan Islam Suatu
Pertembungan Pemikiran. Kuala Lumpur: Sarjana Enterpress
Badudu, J.S.. 2008. Kamus Peribahasa Memahami Arti dan Kiasan
Peribahasa, Pepatah, dan Ungkapan. Jakarta: Kompas
Dahlan, Moh. Djawad. 2006. Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung:
Grasindo.
Hamidy, UU. 1998. Dari Bahasa Melayu Sampai Bahasa Indonesia.
Pekanbaru: Unilak Press.
Hasan, A. 2006. Al-Furqan Tafsir Al-Quran. Jakarta: Universitas Al-Azhar
Indonesia.
Nuraji, 2003. Dari Katabelece Sampai Kakus. Jakarta: Kompas
Muslich, Masnur. 2010. Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi



Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangan. Jakarta:
Bumi Aksara 
15
 

Kata dan Perbuatan

FILSAFAT BAHASA: KATA DAN PERBUATAN
OLEH
ZULKIFLI LUBIS, S.Pd.,M.Pd.
GURU BAHASA INDONESIA SMAN I PEKANBARU
Bahasa merupakan alat untuk berpikir yaitu tentang agama, ekonomi, politik, budaya, sosial, dan pendidikan. Bahasa adalah ucapan seseorang untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya terhadap sesuatu. Maka bahasa jangan dianggap remeh khususnya bahasa Indonesia karena bahasa manusia dapat menerobos dunia. Contohnya, nama itu adalah ilmu. Jadi, kalau orang tidak kenal dengan nama ( orang ) tidak dapat menguasainya. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al- Baqarah 2: 31 yang artinya, “ Dia mengajarkan kepada Adam nama- nama (benda) seluruhnya, kemudian Dia menunjukkan benda-benda itu kepada Malaikat seraya berkata, “ Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu, jika kamu memang benar.”
Dan Allah SWT langsung menjawab: “ Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama benda-benda itu”. Setelah dia memberitahukan kepada mereka nama benda-benda itu”. Dia berfirman, “ Bukankah Aku pernah memfirmankan kepadamu bahwa Aku Maha Mengetahui rahasia langit dan bumi dan Aku Maha Mengetahui apa pun yang kamu tampakkan dan apa pun yang kamu rahasiakan? “ ( QS, Al-Baqarah 2: 33 ).
Nama – nama itu yang disindir oleh Allah SWT sebenarnya adalah lambang-lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Maka kita tidak tahu nama itu maka barang tersebut tidak dapat dipergunakan dalam kehidupan dunia ini. Di sisi lain, setan-setan menjadi kalah dalam berdebat
Bahasa menunjukkan bangsa. Artinya, ucapan seseorang menggambarkan pikiran dan perasaan seseorang dalam rangka mencapai maksud tertentu. Kalau ucapan seseorang sudah tidak menggambarkan pikiran dan perasaan yang baik dan benar maka orang tersebut sudah jatuh hina di muka umum. Tandanya, orang tersebut tidak berilmu. Ungkapan orang bijak mengatakan, “ Dengan agama hidup menjadi teratur, dengan ilmu hidup menjadi mudah, dan dengan seni hidup bisa menjadi indah”.
Semua objek itu menggunakan alatnya adalah bahasa. Bahasa adalah ucapan seseorang dalam rangka menyampaikan perasaan dan pikiran terhadap kawan berkomunikasi. Ucapan yang menggambarkan pikiran maka disebut ilmu karena fungsi bahasa salah satunya adalah alat untuk berpikir. Contohnya, jam dengan pukul, bakar dengan panggang. Kalau kita pakai kata “ jam “ dalam kalimat kita, yaitu Saya masuk jam ke- 6, artinya dapat menunjukkan jarak/ jangka dan dapat pula diartikan sebagai nama benda. Contohnya, jam alba, jam seiko. Begitu pula kata “ pukul “ artinya dapat menunjukkan waktu yang sebenarnya. Contohnya, “ Saya masuk pukul 10.00 WIB. Seperti kata “ bakar “ artinya, dapat
menunjukkan menjadi hangus, arang, dan abu. Beda dengan kata “
panggang “ artinya dapat pula menunjukkan sifat panggang tidak
menghanguskan, menjadi arang, menjadi abu. Contohnya, membakar sate
atau memanggang sate. Yang benar menurut bahasa Indonesia adalah
sate panggang, bukan sate bakar. Karena sifat bakar menghasilkan arang,
dan abu. Maka janganlah disamakan antara satu kata dengan kata lain.
Karena bahasa mempunyai bentuk dan sifat. Contohnya, kata “ air “
bentuknya cair, dan sifatnya pun cair. Saya ganti dengan kata “ es batu “
tentu bentuknya pun berubah menjadi padat, dan sifatnya menjadi padat
juga maka diubah namanya akan berubah pula maknanya.
Semakin tajam maknanya maka semakin banyak orang termenung
atau terkagum-kagum mendengarkan orang yang berbicara. Contohnya, “
Semua orang yang bermenung adalah orang berilmu. Orang gila itu
adalah orang yang bermenung. Orang gila adalah berilmu ?”. Ini contoh
dalam mengambil kesimpulan terlalu umum maka hasil kesimpulannya
menjadi salah karena semua orang yang bermenung itu dianggap punya
ilmu padahal tidak punya ilmu. Apakah semua orang botak adalah tanda
berimu. Si A adalah kepalanya botak. Berarti si A mempunyai ilmu. Ini
contoh kesimpulan bahasa yang baik dan benar yaitu, “ Manusia bersifat
ingin tahu. Mahasiswa adalah manusia. Mahasiswa selalu ingin tahu “.
Artinya, kalau menyandang jabatan “ Mahasiswa “ seharusnya mahasiswa
pasti kritis, kreatif, inovatif, dan konstruktif, ternyata sekarang mahasiswa
pada umumnya hanya menyandang gelar saja sehingga pola pikir
mahasiswa itu kurang tajam. Kosa kata/diksi yang dipergunakan itu (
maha) yang pantas atau yang patut menyandangnya adalah Allah SWT
bukan siswa. Kalau orang luar negeri menyebut mahasiswa adalah student
atau pelajar tersebut ? Sebab Allah SWT dalam Surah Al Baqarah 2: 2
yang artinya, “ Inilah Kitab ( Quran ) yang tidak ada keraguan padanya
dan merupakan petunjuk bagi orang- orang yang ingin berbakti”. Sebab
sumber ilmu itu datangnya dari Allah maka orang yang selalu taat kepada
–Nya pasti dibukakan jalan atau petunjuk kepada orang tersebut sehingga
ucapan/bahasanya selalu mengandung makna/ berkias terhadap manusia
lainnya.
Sebaliknya, orang tidak mendapat petunjuk/hidayah dari Allah SWT
itu disebabkan oleh hatinya sudah dikunci mati dan pendengaran dan
penglihatan mereka pun sudah ditutup/dikunci. Ini tergambar dalam
Surah Al Baqarah 2: 7 yang artinya, “ Allah telah mengunci mati hati dan
pendengaran mereka; penglihatan mereka pun ditutup. (Kelak) mereka
akan menerima azab yang berat.” Solusi untuk membuka hati yang
terkunci itu adalah dengan mengakui kesalahan kita dengan Allah SWT
dan jangan kita menganggap kita merasa tidak berdosa. Ukurannya dapat
dilihat dari perkataan kita dan perbuatan kita sehari-hari lebih banyak
membanggakan/menonjolkan diri depan umum. Dengan bahasa filsafat
bahwa janganlah merasa pintar tetapi pintar merasa. Karena bahasa/katakata
itu adalah rasa. Kalau tidak merasa malu berarti dia sudah hilanglah
jatidirinya atau sama dengan sifat binatang atau lebih bejat daripada binatang.
Kalau sudah sampai kepada bahasa rasa berarti kita pada tingkat hampir dekat dengan Allah SWT. Dengan merasa adanya Allah SWT maka apapun aktivitas kita tidak akan terjadi kebohongan. Seperti kita meminum air kopi manis yang terasa adalah gulanya padahal gula tidak terlihat. Kendatipun awalnya, semua unsurnya terlihat, kalau sudah diaduk sampai menyatu maka yang terlihat adalah kopinya.
Batas kemampuan manusia dalam memahami sifat Allah SWT sebenarnya adalah pada rasa bukan sebatas perkataan yaitu bahasa “ percaya” saja. Contohnya, bahasa sumpah pejabat yang dibacakan oleh orang lain barulah pejabat yang ditanam itu mengucapkan sumpah dengan bunyinya, “ Demi Allah, saya bersumpah ! Saya tidak akan menerima sumbangan dalam bentuk apapun.” Yang mantap adalah pelaku itu membuat sumpahnya dan diucapkan dia sendiri yang lain cukup mendengar ucapannya itu. Kalau tidak sesuai perkataan dengan perbuatan maka dia itu bisa dituntut di depan pengadilan. Oleh sebab itu, jangan mainp-main dengan bahasa sumpah jabatan karena bisa menjadi tantangan.
Kita selama ini, dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis pada umumnyatidak memperhatikan kata dengan maknanya sehingga selalu melahirkan hasil karyanya itu menyimpang. Dengan maksud, dibibir lain, dihati lain pula, dan kenyataannya tidak terbukti. Inilah yang dikatakan gosip/fitnah buka isu. Isu itu indikator menjadi kajian ilmu. Berapa banyak orang berbicara/ bercakap-cakap tanpa disadari sudah berbohong dengan Allah SWT tetapi dampaknya dirasakan oleh yang memilihnya.
Contoh bahasa “ akan “ sering dipergunakan oleh para penguasa dalam berpidato di depan masyarakat padahal kata itu maknanya adalah rencana belum lagi melakukannya. “ Saya akan membangun jalan di Riau apabila saya terpilih menjadi Gubenur Riau. Berbeda dengan, “ Saya hendak ( mau) membangun jalan di Riau apabila saya terpilih menjadi Gubenur Riau”. Kata-kata yang lebih operasional adalah “ hendak “ bukan kata “ akan” sebab kata “ hendak “ lebih bermakna ingin/ada kemauan untuk membangun Riau itu daripada kata “ akan” . Kata “ akan “ lebih banyak beroreintasi kepada mabuk pada rencana saja. Karena pendengar tidak mengerti dan paham maka kata itu dianggap sudah betul padahal tidak betul maknanya.
Secara tidak langsung, kita sudah makan sumpah. Maka Allah marah memakai nama Dia dalam bersumpah kalau tidak bertanggung jawab melaksanakannya. Seperti pemimpin sekarang ini pada umumnya, hanya sebatas janji-janjinya belaka kenyataannya tidak ada buktinya. Seperti yang tertuang dalam Al-Quran Surah Al- Baqarah 2: 14 yang artinya, “ Apabila mereka bertemu dengan orang-orang beriman, mereka berkata, “ Kami telah beriman”, tetapi bila mereka berkumpul kembali dengan setan-setan ( para pemimpin) mereka, mereka berkata, “
Sesungguhnya kami hanya mengolok-olok mereka.”. Sehubungan dengan ayat itu, Allah menampik kepada pemimpin yang zholim itu dalam Ayat-Nya Surah Al Baqarah 2: 17 yang artinya, “ Perumpamaan mereka ( adalah ) seperti orang yang menyalakan api. Ketika api itu menerangi sekelilingnya, (tiba-tiba ) Allah yang menghilangkan cahaya ( yang menerangi ) mereka dan membiarkan mereka di dalam kegelapan tanpa bisa melihat.”
Seperti kata “ kemiskinan “ dipergunakan dalam kalimat para pemimpin, yaitu: “ Saya akan mengentaskan kemiskinan penduduk .” Kata tersebut, kurang bemakna/ kurang tajam sehingga bermain-main dengan istilah-istilah yang memusingkan kepala rakyat. Dengan arti kata, mengentaskan kemiskinan artinya memaparkan keadaan orang miskin lebih terbuka. Seharusnya, kalimatnya adalah saya akan mengurangi orang miskin dari jumlah yang banyak kepada jumlah yang sedikit. Kata kemiskinan maknanya adalah menunjukkan keadaan orang miskin/ sifat orang miskin. Sifat orang miskin dan sifat orang kaya tidak bisa dihilang dengan cara apapun kecuali Allah SWT yang dapat menghapusnya.
Selanjutnya, contoh kata yang disandangkan kepada kepada beberapa pemimpin kita di Riau ini yang dianugerahkan oleh Lembaga Adat Melayu Riau yaitu, “ Setia Amanah.” Yang salah bukan pada sang penerima julukan itu tetapi orang yang memberi gelar terlalu hiperbola memakai bahasa sehingga tanggung jawabnya terlalu berat di dunia dan terutama di akhirat. Sedangkan Nabi Muhammad SAW saja hanya menyandang jabatan sebagai amanah, sebagai pathonah, sebagai sidiq, dan sebagai tabliqh. Tidak ada “embel-embel” di depan kata amanah tersebut. Sifat dipercaya, sifat cerdas, sifat benar, dan sifat menyampaikan itulah yang ada dalam dada Nabi Muhammad SAW dikatakan, “ Al-quran berjalan “. Artinya, semua akhlak Nabi Muhammad SAW itu berbasiskan kepada nilai-nilai Allah SWT. Contohnya, ada salah seorang yang berniat buruk kepada Nabi Muhammad SAW . Maka Nabi Muhammad disuruh tunggu di sini, saya pergi ke atas bukit ternyata malaikat Jibril sudah tahu maksud sang penghianat itu maka langsung Jibril menyapa Nabi Muhammad SAW, itu ada orang yang ingin menjatuhkan batu besar kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, berikanlah aku ( Jibril) izin untuk membunuhnya tetapi kata Nabi Muhammad SAW bahwa, “ Orang itu tidak tahu kalau tahu dia dengan Aku maka dia tidak akan niat ingin membunuh Aku “.
Kita ( pemimpin ) kalau kritik oleh rakyat langsung dihadang oleh hulubalangnya. Padahal rakyat tujuannya baik bukan ingin mengambil alih kekuasaan itu. Inilah tipe manusia yang tidak berbasis kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi itu cara memimpinnya mengajak bukan memerintah kalau kita bergaya memerintah orang kepada tujuan yang ingin kita capai. Kekuatan kepemimpin tidak hanya bergantung kepada bagaimana mempengaruhi pengikut-pengikut, tetapi sekaligus harus mampu pula untuk mengatasi kesulitan kebutuhan para pengikutnya secara optimal, ( Ali, 2013: 5) Senada dengan firman Allah SWT dalam Al-
Quran Surah Al- Baqarah 2: 30 yang artinya, “ Dialah yang menjadikan kamu khalifah di muka bumi “. ( QS Al – Fathir 35: 39)
Walaupun Rasulullah telah dilahirkan ke dunia ini untuk menjadi seorang rasul, tetapi tidaklah serta merta beliau menjadi pemimpin umat yang besar dengan tugas-tugas yang besar pula, keculai melalui sutau proses pembelajaran dan pendalaman. Pemimpin kita setelah ditunjuk sulit untuk temu ramah dengan rakyatnya. Akhirnya, rakyatnya dianggap sebagai lawannya padahal kalau tidak karena suara tidak dapat duduk di kursi yang empuk itu. Begitulah berharganya suara rakyatnya. Sebab Allah SWT lebih mendengarkan jeritan hati rakyat yang miskin daripada pemimpin yang zholim. Maksudnya, doa rakyat yang baik lebih cepat terkabul daripada doa pemimpin zholim. Dengan sendirinya, orang yang haus dengan kekuasaan duniawi ini maka Allah SWT dengan mudah mecabut darinya padahal dalam hatinya tidak mau melepaskan. Seperti firman Allah SWT dalam Surah Ali Imran 3: 26 yang artinya, “ Katakanlah, “ Ya, Tuhan yang memiliki kekuasaan , Engkau melimpahkan kekuasaan kepada dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau memuliakn siapa saja yang Engkau kehendaki dan Engkau pun menghinakan siapa saja yang Engkau kehendaki. Di tangan –Mulah ( segala) kebaikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”.
Disambut dengan ayat lain, bahwa tanggung jawab itu sebenar terpulang kepada diri sendiri bukan kepada kelompok-kelompok atau kepada orang lain. Maka pemimpin yang banyak jatuh disebabkan oleh pendukungnya dan maju pemimpin itu disebabkan oleh pendukungnya juga tetapi tanggung jawabnya adalah kita sendiri. Maka kita jangan larut dengan sanjungan orang. Kalau bangga dengan sanjungan orang lain tunggulah sajalah tanggal kehancurannya. Firman Allah SWT dalam Surah Bani-Israil 17: 15 yang artinya, “ Barangsiapa mendapat petunjuk, maka sesungguhnya dia mendapat petunjuk semata-mata untuk (keselamatan) dirinya-sendiri. Barangsiapa sesat, maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kecelakaan) dirinya-sendiri, karena seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul. “
Daftar Rujukan
Ali, Eko Maulana, 2013. Kepemimpinan Intergratif dalam Konteks Good Governance. Jakarta: Multicerdas Publishing.
Hasan, A. 2006. Al- Furqan Tafsir Al – Quran. Jakarta: Universitas Al- Azhar
Hamidy, UU. 1998. Dari Bahasa Melayu sampai Bahasa Indonesia. Pekanbaru: Unilak Press.

Antara Cinta dan Zina



OPINI
ANTARA CINTA DENGAN ZINA
DISUSUN OLEH
ZULKIFLI LUBIS,S.Pd.,M.Pd.


          Pada umumnya, masyarakat memandang kata cinta dianggapnya tidak benar. Khususnya, kalangan masyarakat pendidikan yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi masih mengikuti gaya orang kurang ilmiah sehingga kata itu menjadi menakutkan kepada peserta didik. Karena para pendidik selalu melarang siswa tidak boleh bercinta. Lebih banyak orang tua dan pendidik melarang siswa untuk bercinta tetapi tidak mampu menunjukkan yang benar cinta itu apa . Pokoknya tidak boleh bercinta. Padahal, pendidik dan orang tua ketidakmengertian kata “ CINTA “ . Ini dianggap tabu. Tanpa disadari orang tua kita rata-rata mantan dari bercinta. Tidak akan mungkin anak akan mengikuti tunjuk ajar kita karena kita tidak mengerti kata “ tunjuk “ dan “ Ajar “. Sebenarnya, agar dapat dilaksanakan oleh anak didik kita, kita berpijak kepada pengertian, kegunaannya, dan prosesnya cinta. Kalau tidak kita akan berdebat kusir dengan orang, kata tunjuk dan ajar tersebut. Orang bijak Melayu mengatakan bahwa “ Ayah penat, anak letih.” Artinya, apa yang dikatakan oleh orang tua kepada anaknya tidak diperdulikan oleh anaknya sehingga anak menjadi lelah/bosan mendengarnya. Cuma mengeluarkan hujatan-hujatan bukan tunjuk ajar.
          Menurut pengamatan saya, anak didik sekarang kehilangan keseimbangannya dikarenakan oleh kita seolah-olah tidak mampu memberi contoh tauladan baik dari segi perkataan maupun dari segi perbuatan. Salah satu contoh, ada anak bijak yang bertanya kepada orang tuanya. “ Papa dulu dengan mama kok bisa bertemu”. Kita kebanyakan menjawabnya kurang jujur seharusnya jujur mengatakan kepada anak tersebut dengan alur  yang mendidik tetapi fakta sebaliknya kita alihkan jawabannya sehingga anak menjadi bingung dan takut untuk bertanya lagi.
          Untuk itu, saya mohon maaf kepada pembaca dalam rangka menyampaikan solusinya atau jalan keluarnya. Karena akan terjadi perdebatan yang hebat, yaitu menurut saya begini menurut pembaca begitu. Saya tidak memaksa untuk mengikuti alur pikiran saya tetapi saya akan mencoba untuk direnungkan kalau benar akui kalau tidak benar berilah jalan yang benar pula kepada penulis dengan argumentasi yg kuat.
          Saya (penulis) sebelum berkata terlebih dahulu dimulai dari pengertian tunjuk ajar. Barulah saya memakai kata-kata itu kalau tidak paham kata kita ucapkan itu saya tidak berkata. Contoh kata “ Tunjuk dan ajar “ . Pengertiannya adalah tunjuk yang benar, ajar yang pantas. Yang  benar itu adalah Allah SWT maka perkenalkanlah kepada anak didik nilai-nilai kebenaran Allah SWT itu. Kalau kita bukan  benar tetapi menuju kepada kebenaran yang dikehendaki oleh Allah SWT. Begitu juga kata “ Ajar “ menurut saya adalah ajarlah yang pantas/patut kepada anak didik. Yang pantas itu adalah sesuai dengan taraf umurnya. Kita kebanyakan lebih memaksa keinginan kita. Padahal diwaktu muda kemungkinan kita lebih lasak dari anak kita. Dengan kata lain, janganlah baju kita, kita pakaikan kepada dia. Seharusnya baju dia itu yg kita pakai. Maksudnya adalah perasaan anak kita itu yang kita hiraukan bukan perasaan kita. Sebab Umur kita berbeda dengan umur dia. Selama perasaan dan pikiran anak itu tidak melanggar norma agama, sosial, pendidikan, moral, adat. Oleh sebab itulah, anak didik sekarang seolah-olah kurang sopan santun dalam belajar. Karena yang dicontoh itu tidak ada. Karena di sekolah itu lebih banyak ajarnya daripada tunjuknya maka anak didik banyak yang tidak dapat hasil belajar yang memuaskan. Seharusnya tunjuk dulu barulah ajarnya maka hasil cukup signifikan. Artinya, dibimbing, diayomi, santuni, insya Allah anak didik akan bersikap sopan santun kepada gurunya dan orang tuanya atau akan mencintai gurunya dan orang tuannya.
          Saya akan menjelaskan kata “ Cinta “ dan “ Zina “. Apa itu cinta ? Untuk apa cinta! Dan Bagaimana cara bercinta yang baik. Sebelum cinta diuraikan terlebih dahulu saya menjelaskan apa itu nama ? Untuk apa nama ! Dan bagaimana cara mengenal nama ? Nama adalah sebuah title/judul/lambang. Kalau orang tidak kenal dengan lambang/nama bagaimana dia dapat memakainya. Begitu juga kegunaannya, apabila sudah tahu maka akan dapat dipergunakan dan terakhir caranya mempergunakannya. Itulah hakikat nama. Selanjutnya, kata cinta. Apa itu cinta ? Untuk apa cinta? Dan Bagaimana cara bercinta yang baik. Cinta adalah kecenderungan seseorang dalam mencapai sesuatu. Kegunaannya adalah untuk menguatkan mental seseorang atau menambah kedewasaan, untuk menambah pergaulan, untuk menambah penampilannya dari yang tidak bersih menjadi bersih. Cara bercinta yang baik adalah dengan berbasis nilai Allah SWT. Contohnya, apapun aktivitas/kegiatan kita selalu menyebut nama Allah SWT, yaitu membaca “ Bismillahiirohmanirohiim “. Kalau ada yang bermaksiat atau berbuat curang itu bukan cinta yang salah tetapi teknik /caranya cinta itu yang salah. Saya sandingkan dengan orang pakai HP atau pakai Honda berduan. Bukan HP itu yang salah, yang salah adalah teknik/cara ber-HP tersebut maka bagi orang dan pendidik kelaurkanlah bahasa yang santun atau yang mendidik, yaitu “ Hai anak didik pakailah HP itu tetapi jangan disalahgunakan teknik pemakaiannya “. Jadi bahasa tidak terlalu tegang. Selama ini, di lembaga pendidikan lebih banyak melarang memakainya daripada menunjuk ajarnya. Kalau berhonda bedua bukan salah ,  yang salah itu adalah teknik berhonda itu. Artinya, cara duduk wanita itu dengan lelaki itu jangan berpelukan seperti orang suami istri di atas Honda itu. Maka cinta yang baik adalah apabila naik kenderaan sama-sama menyebut nama Allah SWT, insya Allah kedua kekasih itu akan dilindungi oleh Allah SWT. Kalua orang selalu ingat dengan Aku maka Aku ( Allah ) pasti ingat dengan kita. Ada istilah lain, kalau hamba Aku itu dekat satu hasta Aku dekat sepuluh hasta, kalau dia dekat dengan Aku seratus hasta Aku lebih dekat seribu hasta. Atau kalau dia jaga Aku ( Allah) Aku jaga dia. Kalau dia sebut nama-Ku, Ku sebut pula namanya dalam nama-Ku. Model itulah Allah dekatnya dengan kita Cuma kita saja yang tidak mau mendekati Allah. Allah sangat cinta dengan ummat-Nya tidak pernah dia memakai sifat “ Mumiit “.
Dengan istilah lain, “ Penyakit tidak membunuh obat tidak menyehatkan kecuali seizin Allah SWT. Artinya, bukan karena sakit dia mati tetapi karena izin Allah begitu juga sehat bukan karena obat tetapi karena izin Allah SWT  juga. Contoh pasang suami istri hasil dari cinta. Kalau tidak dari cinta tidak mungkin terjadi hubungan yang harmonis. Kesimpulannya, semakin asyik dengan namanya maka akan melahir cinta, semakin memuncak cintanya akan melahirkan kerinduannya, semakin rindu, maka melahirkan kasih dan sayang. Kasih itu adalah lelakinya (pengorbanan) dan sayang itu adalah perempuannya karena yang punya rahim adalah perempuan. Antara perpaduan kasih dengan sayang akan melahirkan kehidupan yang harmonis/bahagia dan sejahtera. Maka ubahlah cara berpikir yang salah tentang cinta itu kepada cara berpikir yang  tajam, aktual, dan terpecaya tentang cinta tersebut. Dalil Al-quran untuk mendukung cinta itu adalah Surat Al-Araf (Benteng yang Tinggi) 7: 27 yang artinnya, “ Hai anak-anak Adam, jangan sampai setan menipumu sebagaimana dia telah membuat kedua ibu-bapakmu terusir dari surga, menanggalkan pakaian mereka dan aurat mereka terbuka. Sesungguhnya dia dan golongannya dia dan golongannya dapat melihatmu, namun kamu tidak dapat melihat mereka. Sesungguhnya Kami menjadikan setn-setan itu pemimpin bagi orang –orang yang tidak beriman ( kaum jahiliah)”.
Tambah lagi surah Al-Araf 7: 28 yang artinya, “ Apabila mereka melakukan kejahatan, mereka berkata, “ Kami mendapati nenek moyang kami melakukannya, dan Allah memerintahkan kami untuk melakunnya” Katakanlah, “ Sesungguhnya Allah tidak pernah menyuruh (melakukan ) kejahatan. Apakah ( patut ) kamu mengatakan atas nama Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui?”
Selanjutnya, surah Al-Araf 7: 31 yang artinya, “ Hai anak –anak Adam, pakailah perhiasan ( pakaian)mu setiap ( kali masuk ) masjid, dan makanlah dan minumlah, tetapi janganlah kamu berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
 Berdasarkan ayat – ayat di atas, menggambarkan kepada kita bahwa tidak boleh melakukan sesuatu yang melampaui batas. Allah SWT sangat benci terhadap orang-orang yang tidak punya rasa malu. Bukan sebatas benci saja tetapi mendapat hukuman yang sangat pedih. Contoh yang pernah saya baca sebuah buku judulnya tidak lagi ingat , berbunyi, “ Apabila ada sepasang kekasih yang hitam atau hangus yang terlihat di padang masyar nantinya, itu akibat digoreng di dalam kuali yang panas “. Maka berzina itu sangat dikutuk oleh Allah SWT. Zina itu bukan sekadar subtansinya saja tetapi zina itu banyak macam bentuknya seperti zina mata, zina hidung, zina tangan, zina telinga. Maka semuanya menjadi hapus harus bersikap dengan berbasis dengan Allah SWT. Contoh kalau mau maling atau mencuri pasti tidak menyebut nama Allah SWT tetapi lebih dominan keinginan perasaan dan pikiran dia saja. Maka Allah SWT sesuai dengan intensitas seseorang itu kalau kuat untuk berbuat maksiat maka Allah mengabulkannya dan begitu sebaliknya kalau seseorang ingin berbuat baik kepada seseorang maka Allah pasti mengabulkannya. Sesuai dengan permintaan ummat-Nya. Allah hanya memberikan kekuatan/izin baik yang buruk maupun yang baik tetap dikabulkannya. Kejadian-kejadian sudah banyak terjadi di Indonesia seperti sunami, banjir bandang, tanah longsor, gunung meletus, tanah kering kerontang sebab oleh perbuatan manusia. Maka kita marilah saling mencintai dalam kebaikan dan kita tolak segala yang tidak menjalankan pesan-pesan Allah SWT. Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka pun mencintai- Nya. Ini sesuai dengan Surah Al-Maidah ayat 54, yang berbunyi, “ Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antaramu murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan satu kaum yang Dia cintai dan mereka pun mencintai-Nya, ( mereka kaum) yang merendahkan diri di hadapan orang-orang yang beriman dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, mereka bersungguh-sungguh di jalan Allah dan mereka tidak takut terhadap celaan manusia yang (suka) mencela. Yang demikian itu merupakan nikmat Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, karena Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui.”
Antara cinta dengan zina adalah dua kata yang berlawan maknanya, yang satu (cinta) mengarahkan orang ke arah jalan yang benar tetapi zina itu mengarahkan kepada perbuatan buruknya baik segi ucapannya maupun segi perbuatan.Cinta itu tidak ada satu pun mengarahkan kepada buruk tetapi menuju kebenaran-Nya ( Allah).   

Adat Istiadat

ADAT-ISTIADAT DALAM PERGAULAN ORANG MELAYU
DIRANGKUM OLEH ZUKIFLI LUBIS, S.Pd.,M.Pd
GURU BAHASA INDONESIA SMAN I PEKANBARU

1.  PENDAHULUAN
          Orang Melayu mengaku identitas kepribadiannya yg utama adalah adat-istiadat Melayu, bahasa Melayu, dan agama Islam. Dengan demikian seseorang yg mengaku dirinya orang Melayu harus beradat istiadat Melayu, bahasa Melayu, dan agama Islam. Dari tiga ciri utama kepribadian orang Melayu tersebut yang menjadi pondasi pokok adalah agama Islam, karena agama Islam menjadi sumber adat-istiadat Melayu. Oleh karena itu, adat-istiadat Melayu Riau bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Dalam bahasa Melayu berbagai ungkapan, pepatah, perumpamaan, pantun, syair, menyiratkan norma sopan santun dan tata cara pergaulan orang Melayu

2.  PENGERTIAN ‘ ADAT” SECARA UMUM
          Secara terbatas adat adalah aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yg tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang terbentuk di Indonesia sebagai kelompok sosial daerah yg mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Di Indonesia, aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi aturan-aturan yg mengikat dan disebut hukum adat.
          Pengertian adat di Riau sendiri adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan hubungan antara anggota masyarakat dalam segala segi kehidupan. Menyatu adat Melayu dgn hukum syarak diperkirakan terjadi setelah Islam masuk ke Malaka pada akhir abad ke-14, yang berbunyi, “ Adat Melayu pada mulanya berpangkal pada adat-istiadat Melayu yang digunakan dalam negeri Tumasik, Bintan, dan Malaka. Pada zaman Malaka, adat itu menjadi Islam karena rajanya pun telah memeluk Islam.

3.  ADAT DALAM MASYARAKAT MELAYU RIAU
          Adat yang berlaku dalam masyarakat Melayu di Riau bersumber dari Malaka dan Johor, karena dahulu Malaka, Johor, dan Riau, merupakan kerajaan Melayu dan adatnya berpunca dari istana, seperti disebutkan Tonel (1920) dalam bagian lain seperti berikut: Maka segala adat-istiadat Melayu itu pun sah menurut syarak Islam dan syariat Islam. Adat- istiadat itulah yg turun-menurun berkembang sampai ke negeri Pelalawan, negeri Riau, negeri Inderagiri, negeri Siak dan sekalian negeri orang Melayu adanya. Segala adat yg tidak bersendikan syariat Islam salah dan tidak boleh dipakai lagi. Sejak itu, adat istiadat Melayu disebut adat bersendi syarak yg berpegang teguh kepada kitab Allh dan Sunnah Nabi.
          Adat Melayu di Riau dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu adat sebenar adat, adat yg diadatkan, dan adat yang teradat
A.   Adat Sebenar Adat, prinsip adat Melayu yg tidak dapat diubah-ubah. Yang tersimpul dalam adat bersendikan syarak. Dalam ungkapan dinyatakan, “ Adat berwaris kepada Nabi. Adat berkhalifah kepada Adam. Adat berinduk ke ulama. Adat bersurat dalam kertas. Adat tersirat dalam sunah. Adat dikungkung kitabullah. Itulah adat tahan banding.Itulah adat yang tahan asak.
B.   Adat yang Diadatkan, adat yang dibuat oleh penguasa pada kurun waktu dan adat it uterus berlaku selama tidak mengubah oleh penguasa berikutnya. ‘” Adat yang diadatkan. Adat yang turun dari raja. Adat yang datang dari datuk. Adat yang cucur dari penghulu. Adat yg dibuat kemudian.
C.   Adat yang Teradat. Adat ini merupakan consensus bersama yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah yg dihadapi oleh masyarakatnya. Dalam ungkapan dikatakan, “ Adat yg teradat. Datang tidak bercerita. Prgi tidak berkabar. Adat disarung tidak terjahit. Adat berkelindan tidak bersimpul; Adat berjarum tidak berkenang. Yang terbawa burung lalu. Yg tumbuh tidak ditanam. Yg kembang tdk berkumtum
4.  ADAT ISTIADAT DALAM PERGAULAN ORANG MELAYU DI RIAU
Interaksi social antara sesama warga Negara dalam masyarakat majemuk itu menuntut kerangka rujukan maupun mekanisme pengendali yg mampu memberikan arah dan makna kehidupan bermasyarakat, yaitu kebudayaan yg dapat menjembatani pergaulan sesame warga negera secara efektif.
Ungkapan yang menyangkut kebersamaan masih sangat banyak, karena masalah gotong royong dan kerukunan bersama merupakan masalah penting dalam pergaulan orang Melayu. Ungkapan itu tercermin dalam TUTUR KATA, ‘ Bahasa menunjukkan bangsa”. Seperti dalam ungkapan, “ Pantang membuka aib orang. Pantang merobek baju di badan. Pantang menepuk air didulang. Hilang budi karena bahasa. Habis daulat karena kuasa. Pedas lada hingga ke mulut. Pedas kata menjemput maut. Bisa ular pada taringnya. Bisa lebah pada sengatnya. Bisa manusia pada mulutnya. Bisa racun boleh diobat. Bisa mulut nyawa padannya”.
Sopan santun berpakaian. Dalam ungkapan dinyatakan, “ Elok sanggam menutup malu. Sanggam dipakai helat jamu. Elok dipakai berpatut-patut. Letak tidak membuka aib”. ‘  Seluar panjang semata kaki.  Goyang bergoyang ditup angin. Kibarnya tidak lebih sejengkal. Pesaknya tidak dalam amat. Elok sangga menutup malu.
Adab dalam pergaulan. Terdapat beberapa sumbang, yaitu sumbang dipandang mata, sumbang sikap, dan sumbang kata yang pada umumnya disebut tidak baik. Karakter anggota masyarakat dibentuk oleh norma-norma ini. Dgn demikian tercipta pola sikap dalam pergaulan, sepeti sikap terhadap orang tua, terhadap ibu bapak, terhadap penguasa atau pejabat, terhadap orang sebaya, terhadap orang lebih muda, bertamu ke rumah orang, dalam upaca, dalam ungkapan dikatakan ‘ Guru kencing berdiri. Murid kencing berlari”. “ Kalau haus di kampong orang. Haus boleh minta air. Lapar boleh minta nasi. Tapi terbatas hingga di pintu. Sebelah kaki berjuntai. Sebelah boleh di atas bendul. ‘ Dimana bumi dipijak. Di situ langit dijunjung. Di mana air disauk. Di situ ranting dipatah”.

5.  PENUTUP
Dengan kerangka rujukan “ adat bersendikan syarak”  adat istiadat Melayu Riau tidak statis dan tidak menutup diri terhadap perkembangan zaman. Etika pergaulan orang Melayu Riau telah memberikan saham dalam pergaulan antar warga Indonesia. Ajaran sopan santun akhir-akhir ini telah diabaikan. Sehingga kebiasaan ini perlu dipulihkan dengan cara-cara yg sesuai dgn keadaan sekarang  yakni dengan:
A.   Menghidupkan dan menyebarluaskan ungkapan, pepatah, yang mengandung adab sopan santun, melalui media masa dan media cetak.
B.   Menerjemahkan dan menyebarluaskan pepatah, ungkapan, yang mengandung ajaran-ajaran moral
C.   Menuliskan buku-buku pelajaran yang mengajarkan adab sopan santun yang terkandung dalam pepatah, ungkapan, pantun mulai dari tingkat SD sampai SMA dan Perguruan Tinggi.