Sabtu, 19 Oktober 2019

Karya dan Dunianya


Karya dan Dunianya



Proses Kretaif
            Tangan lasak UU Hamidy dalam dunia tulis-menulis telah dimulai sejak muda. Ketika berusia umur 21 tahun di bangku kuliah IKIP Malang ( 1964-1970 ), ia telah menulis “ Struktur Politik dan Esensi Demokrasi” dimuat pada Mingguan Mahasiswa Indonesia Edisi Jawa Barat, terbitan Jakarta, minggu II, Mei 1969. Lalu disusul oleh tulisan “ Kepastian Hukum dan Sikap Penguasa “ pada mingguan Mimbar Demokrasi, terbitan Bandung, Mei 1969. Sesudah itu menulis untuk berbagai media, di antaranya Gema Riau di Pekanbaru, Budaya Jawa, majalah sastra Horizon, Berita Antropologi dan Analisa Kebudayaan di Jakarta.
            Di Malang, pada 1970, ia pernah menjadi pemimpin redaksi Suara Unggas yang diasuhnya bersama Permadi Rastiko Mangunsiswo. Di Pekanbaru, UU Hamidy pernah menjadi ketua redaksi majalah kanak-kanak Nenek Kebayan dengan penasehat Soeman HS pada tahun 1973 dan didukung Percetakan Seno Press. Kemudian menjadi salah seorang penyunting majalah budaya Canang terbitan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Riau pada tahun 1977. Pernah menjadi staf ahli majalah Sinar Darussalam ( 1975-1977 ) terbitan Darusslam, Banda Aceh. Sejak awal 1990-an telah menulis untuk suratkabar Riau Pos dan majalah budaya Sagang.
            UU Hamidy mulai menulis buku pada 1973. Buku pertama Bahasa Melayu Riau terbitkan oleh BPKD ( Badan Pembina Kesenian Daerah) Riau, 1973. Selepas itu bukunya diterbitkan oleh Bumi Pustaka Pekanbaru yang ditaja oleh penyair Ibrahim Sattah pada 1980. Ada juga yang diterbitan oleh Balai Pustaka dan LP3S Jakarta serta di Kuala Lumpur. Selanjutnya, lebih banyak diterbitkan di Riau, terutama oleh UIR Press, Unri Press, Unilak Press dan Bilik Kreatif Press.
            Jarang orang seperti dia. Kebanyakan orang hidupnya hanya satu bidang saja. Jika seseorang misalnya menjadi dosen matematika maka dia tidak mau menggali ilmu yang lain dalam rangka mendukung disiplin ilmunya. Contohnya ada suatu ungkapan “ banyak bicara banyak bohong katanya “ tetapi tidak dilihatnya apa yang dibicarakan orang tersebut. Padahal cerita panjang ( bohong ) karena tidak berbasis atau tidak berpedoman dengan Allah SWT itu barulah dikatakan bohong. Budaya kita pada umumnya hari ini lebih banyak mengagungkan hasil otak kita daripada mengagungkan Sang Pencipt-Nya, Allah Swt. Seperti keindahan gelombang laut, gunung, pantai, gedung, pesawat, jembatan, mobil, rumah, sungai, batu, pasir, kecantikan,  kegantengan, dan dll. Ini menunjukan kepada kita dalam bukunya UU Hamidy yang berjudul “ Orang Patut “ di dalamnya terdapat satu ungkapan yang berbunyi “ sarjana belum tentu menjadi orang tetapi orang pasti sarjana. Inilah salah satu tokoh di antara tokoh yang lain yang paling  tajam, aktual, dan terpecaya dalam menggunakan bahasa baik bahasa lisan maupun bahasa tulisnya, UU Hamidy. Contoh-contoh hasil karyanya, esai-esai bahasa, budaya, agama, politik, sosial dan pendidikan di Riau merupakan hasil dari kerisauannya terhadap hasil pembangunan yang sangat memprihatinkan.

            Jurang keprihatinan itu dilihat dari segi pemimpin yang kurang memahami hakikat memimpin itu sendiri. Dalam ungkapan dikatakan: “ ikan busuk itu berasal dari kepalanya barulah menuju ke ekornya”. Artinya, kalau pucuk pimpinan itu sudah berubah niatnya dari keperluan masyarakatnya maka sudah dapat dirasakan dampaknya dari kebijakan yang dibuatnya. Melihat kesenjangan inilah, sosok UU Hamidy mempelupuh atau menggasak orang-orang itu dengan kata-kata/bahasa/ucapan/tulisannya untuk mengubah pola pikir para pemimpin menuju kepada jalan yang diridhoi oleh Allah Swt.
            Sosok orang sepert UU Hamidy ini adalah tokoh yang mencontoh pada zaman nabi Muhammad Saw yang sangat sederhana. Jika melihat ketidaksesuaian antara ucapan pemimpin dengan tindakannya atau kelakuannya maka sosok UU Hamidy yang lunak tapi tajam akan mengkritik orang tersebut. Kelasakan tangan UU Hamidy di Bilik Kreatifnya banyak melahirkan karya yang menggugah perhatian masyarakat Riau. Orang baru terlihat apabila ia berkarya secara tertulis. Menurut hemat saya selama ini, yang selalu menulis tentang nasib masyarakat Riau adalah UU Hamidy. Menurut UU Hamidy bukunya ada 4 buah di salah satu Universitas Amerika Serikat di antara 60 judul yang telah terbit baik tingkat daerah maupun tingkat nasional maupun internasional.
            Kini ia sudah berusia 70 tahun. Tapi semangat menulisnya tetap berapi-api. Hasil karyanya tidak terbatas oleh jumlah umurnya. Semakin tua semakin berminyak, malahan fisik masih kuat dan tegar. Gerak nafas sangat baik padahal umurnya sudah tua kalau dibandingkan dengan yang seumur dengan dia. Dengan modal “ Bismillah “ , jumlah hasl karyanya hampir sebanding dengan jumlah umurnya. Setiap gerak nafasnya, saya memandang penuh ide-ide yang cemerlang untuk dituangkan ke kertas melalui pena.
            Dalam ungkapan dikatakan, “ lebih tajam kata-kata daripada pedang” dan “ manusia tahan kias, binatang tahan palu”. Inilah ciri-ciri orang Melayu Riau yang tahu tentang kesopanan dalam bertutur kata terhadap sesama manusia di dunia ini. Makanya, hasil karya UU Hamidy enak dibaca dan mudah dicerna. Tokoh budayawan Riau ini sangat piawai dalam memakai/membingkai kata-kata sehingga tulisannya menusuk kalbu para pembacanya. Karena ia menulis itu bertujuan untuk beribadah kepada Allah Swt atau berdakwah melalui menulis. Menurut UU Hamidy, “ menulis itu lebih tahan lama daripada melisankan tentang sesuatu”. Seperti mengajar di depan kelas tak ubahnya seperti pipa air hanya memantulkan apa yang pernah pernah diterima waktu menjadi mahasiswa tidak ada pembaharuan atau sekadar memindahkan saja yang ada dalam otak saja.
            Ia sanggam menyandang gelar “ sedikit bicara lebih banyak berkarya atau menulis”. Kalau kita sebaliknya, lebih banyak berbicara daripada menulis/berkarya makanya kita kurang diperhatikan orang. Ciri-ciri orang Melayu menurut UU Hamidy adalah “ mandi di hilir-hilir, berkata di bawah-bawah “. Allah menyuruh kita untuk bercakap-cakap haruslah yang baik saja. Artinya, Allah Swt saja diinggat. Karena orang marah, benci dan berkata kasar itu kepada kita disebabkan dia itu tidak tahu/kenal dengan kita. Kalau tahu atau kenal dengan kita maka dia akan sayang/bersahabat dengan kita.

Rujukan
Hamidy UU.1981. Riau sebagai Pusat Bahasa dan Kebudayaan Melayu. Pekanbaru: Bumi Pustaka.
_______. 19884. Tradisi Penyair di Indonesia. Pekanbaru: Bumi Pustaka.
_______. .1986. Orang Patut. Pekanbaru: Bumi Pustaka
_______. 1993. Nilai Suatu Kajian. Pekanbaru: UIR Press.
_______.1993.  Kerukunan Hidup Bergama di Daerah Riau. Pekanbaru: UIR Press.
_______.1998. Teks dan Pengarang. Pekanbaru. Unri Press.
_______. 1994. Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra di Daerah Riau.
______. 1996. Orang Melayu di Riau. Pekanbaru: UIR Press.
______. 1997. Kebudayaan sebagai Amanah Tuhan.Pekanbaru: UIR Press.
______. 1997. Cakap-Cakap Rampai Budaya Melayu. Pekanbaru: Unilak Press.
______. 1999. Islam dan Masyarakat Melayu di Riau. UIR Press.
______. 2001. Kearifan Puak Melayu Riau Memelihara Lingkungan Hidup. Pekanbaru: UIR Press.
______. 2003. Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya. Pekanbaru: Bilik Kreatif.
______. 2013. Gelanggang Budaya Melayu. Pekanbaru: Bilik Kreatif.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar